Selasa, 20 November 2012

Kisah hijrah


Hijrah adalah sebuah kata yang mempunyai makna yang luas. Hijrah bisa saja diartikan sebagai “pindah”. Namun, hijrah Rasulullah dari Makkah ke Madinah, mempunyai arti yang lebih dari “pindah”. Rasulullah hijrah untuk “menyelamatkan imannya.”

Ammar bin Yasir dan keluarganya, disiksa habis-habisan kaum kafir Quraisy Makkah. Para pembesar Quraisy merantainya, menyiksanya di bawah terik matahari. Dia dipaksa mengakui berhala Latta dan Uzza menjadi tuhannya. Ibunya,  Sumayyah, disiksa dan ditusuk perutnya. Ammar yang tak kuat lagi menahan semua itu, akhirnya terpaksa mengakui berhala-berhala Quraisy itu sebagai tuhannya. Kaum Quraisy pun puas dan meninggalkannya. Lalu datanglah Hamzah bin Abdul Muththalib, paman Nabi dan langsung melepaskannya. Ammar menangis. Dia mengatakan bahwa dia telah dipaksa beriman kepada berhala oleh para Quraisy yang menyiksanya. Nabi yang hadir di sana pun membacakan firman Allah yang berbunyi:

"Kecuali orang yang dipaksa, sedang hatinya tetap teguh dalam keimanan..." (QS An-Nahl: 106)

Maka sejak itulah, Rasulullah memerintahkan ummatnya untuk berhijrah dari Makkah ke Madinah, untuk menghindari siksaan Quraisy Makkah dan menyelamatkan keimanan mereka.

Hijrah dengan demikian bukan semata-mata perpindahan fisik untuk kehidupan yang lebih baik, melainkan harapan dan aktualisasi keimanan untuk penegakan dakwah Islam dengan landasan hikmah, pengajaran baik dan perdebatan yang bermartabat.

Para sahabat tahu betul bahwa hijrah Rasul ke Madinah menyiratkan harapan besar bagi berdirinya komunitas Islam yang kokoh dan kuat. Maka kendati Rasulullah SAW dikepung dan dikejar oleh pasukan kafir Quraish, namun Allah SWT memberikan janji pertolongan.

Di dalam setiap hijrah terkandung harapan pertolongan dari Allah dan optimisme masa depan yang lebih baik. Maka pada saat menuju Madinah pun, ketika Suraqah bin Malik mengejar Rasulullah bersama Abu Bakar dengan menunggang kuda dan pedang terhunus di tangannya, Rasulullah SAW tidak berpaling ke belakang. 

Dan ketika jarak keduanya tinggal beberapa langkah, kuda Suraqah ditelan bumi, sehingga ia yakin bahwa Muhammad bukanlah manusia biasa, melainkan seorang Nabi yang disebut di dalam Taurat dan Injil serta ajarannya menjadi penutup wahyu dari langit. 

Suraqah yang semula berambisi menghabisi Muhammad berbalik meminta ampunan dan memohon diberikan karamah yang bermanfaat bagi masa depannya sebab ia meyakini masa depan ada pada Islam.

Demikianlah, hijrah yang bukan saja menyejarah melainkan menjadi buah dari sejarah (peradaban) yang senantiasa diperbarui makna dan substansinya demi perubahan dan peradaban masa depan yang lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar